Di Era Reformasi ini bahasa yang digunakan semakin tidak benar , sampai-sampai mulai menginjak pada media massa. Para pembaca lebih sering mendapatkan berbagai informasi dari media massa seperti koran dan media internet. Di media tersebut, bahasa yang digunakan tidak lagi menjadi semacam kewajiban. Akibatnya bahasa media massa sekarang boleh dikatakan memprihatikan. Bahkan sepertinya para pembaca tidak lagi mempermasalahkan bahasa yang digunakan, yang penting bagi pembaca tersebut mengerti apa yang dimaksud dari informasi yang diberikan.
Para pengelola media massa sekarang pintar,karena menjadiklan remaja atau pemuda sebagai target pembaca. Mereka menargetkan para remaja karena menurutnya remaja lebih mudah menyerap apa pun yang dibacanya disbanding para orang tua. Oleh karena itu, untuk memikat mereka, dibuatlah bahasa yang disesuaikan dengan dunia mereka, yang cenderung menjauh dari dari bahasa Indonesia yang baku. Sehingga nasib remaja sekarang menjadi sangat menghawatirkan.
Bahasa yang digunakan di Koran bisa menjadi perusak bahasa Indonesia karena terkadang dituliskan kata yang berasal dari bahasa asing dan bahasa daerah, sehingga jauh dari bahasa baku. Dalam hal ini banyak yang menyalahkan Pusat Bahasa karena lamban dalam menerjemahkan atau membakukan kata-kata yang dianggap serapan dari bahasa asing dan bahasa daerah. Kita terkadang pernah membaca tulisan “ Nilai tukar rupiah anjlok” kata anjlok disini sering disebut dalam hal nilai tukar rupiah sehingga menjadikan pembacanya terbiasa menyebutkannya. Kenyataannya kata anjlok bukan bahasa baku melainkan bahasa daerah Jawa. Contoh lainnya “Ribuan hektar sawah di Madura mengalami fuso” kata fuso berarti gagal panen yang berasal dari kata serapan bahasa asing.
Media lainnya yaitu telepon seluler atau telepon genggam. Benda ini menjadi luar bahasa merusak bahasa Indonesia, karena didalamnya terdapat fitur SMS (Short Message Sevice) yang menjadikan para penggunanya menggunakan bahasa yang singkat. Hal ini menjadi terbiasa dilakukan oleh para generasimuda zaman sekarang, sampai-sampai ada yang menggunakan singkatan yang terlalu berlebihan dan meyulitkan membacanya karena huruf tidak lagi mendatar melainkan huruf besar dan huruf kecil digunakan dalam satu kata contohnya “BaHa5a” , masyarakat sering menyebutnya tulisan Alay.
Oleh karena itu semua lembaga-lembaga pendidikan dan para orang tua mengajarkan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sejak dini , yang sudah menjadi sebuah keharusan. Marilah kita generasi muda menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kebanggaan kita yang memungkinkan orang asing tertarik untuk mempelajarinya.
0 comments:
Post a Comment